Rabu, 10 Juni 2015

Metode AHP dan MFEP



Metode MFEP dan AHP Dalam pengambilan keputusan tidak jarang ditemukan banyak faktor yang menjadi pertimbangan, sehingga menyulitkan untuk mengambil suatu keputusan yang terbaik. Pada keputusan yang hanya melibatkan sedikit faktor di dalamnya, maka keputusan dapat diambil secara intuitif (yang mendasarkan pertimbangannya pada pikiran atau pendapat yang keluar secara spontan dari seseorang). Namun pada pengambilan keputusan yang banyak melibatkan faktor, maka perlu digunakan suatu metode tertentu. Misalnya keputusan didalam menentukan strategi promosi perguruan tinggi, didalamnya terdapat faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan promosi. Faktor-faktor tersebut perlu diketahui kontribusinya terhadap strategi promosi, sehingga strategi promosi yang akan dilakukan dapat tepat mengenai sasaran. Pada contoh yang lebih sederhana adalah ketika seseorang akan memutuskan untuk naik angkutan umum, didalamnya ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan diantaranya faktor keamanan, faktor kepadatan penumpang, ongkos dan faktor kemacetan. Orang yang lebih mementingkan keamanan, akan segera memilih angkutan umum yang secara fisik terlihat baik apakah itu padat atau melalui jalur macet. Namun ketika orang lebih memilih sebagai prioritasnya adalah kepadatan penumpang, maka mobil yang kondisi fisiknya bagaimana pun dan jalur macet pun akan memilih angkutan umum yang kosong. Atau diantara penumpang ada yang mensyaratkan kondisi tertentu, misalnya angkutan umum yang aman, tidak penuh dan tidak melalui jalur macet. Dengan banyaknya faktor (Multifactors) dalam pengambilan keputusan khususnya keputusan strategis, maka penggunaan metode-metode kuantitatif yang tepat akan sangat dibutuhkan. Diantara metode tersebut adalah MultiFactor Evaluation Process (MFEP) dan Analytic Hierarchy Process (AHP). MultiFactor Evaluation Process (MFEP) Dalam metode MFEP ini pengambilan keputusan dilakukan dengan memberikan pertimbangan subyektif dan intuitif terhadap Faktor yang dianggap penting. Pertimbangan-pertimbangan tersebut berupa pemberian bobot (weighting system) atas multifactor yang terlibat dan dianggap penting tersebut. Langkah dalam metode MFEP ini yang pertama adalah menentukan faktor-faktor yang dianggap penting, yang selanjutnya membandingkan faktor-faktor tersebut sehingga diperoleh urutan faktor berdasarkan kepentingannya dari yang terpenting, kedua terpenting dan seterusnya. Sebagai contoh akan diketengahkan pengambilan keputusan terhadap pilihan calon penumpang terhadap angkutan umum Bis, atau angkutan kota atau ojek. Faktor yang dianggap penting dalam pemilihan angkutan umum ini adalah Keamanan, kepadatan, ongkos dan jalur macet. Selanjutnya masing-masing faktor tersebut diberikan bobot sebagaimana pada Table 1. Analytic Hierarchy Process (AHP) Metode pengambilan keputusan dengan AHP pertama kali dikembangkan pada tahun 1980, oleh Thomas L. Saaty dalam bukunya Analytic Hierarchy Process. AHP itu sendiri adalah merupakan proses dalam pengambilan keputusan dengan menggunakan perbandingan berpasangan (Pairwise Comparisons) untuk menjelaskan faktor evaluasi dan faktor bobot dalam kondisi multi faktor. Dengan demikian AHP digunakan manakala keputusan yang akan diambil melibatkan banyak faktor, dimana pengambil keputusan mengalami kesulitan dalam membuat bobot setiap faktor tersebut. Metode AHP menguji konsistensi anggapan terhadap suatu alternative dalam pengambilan keputusan, sehingga ketika ditemukan ketidakkonsistenan dalam memberikan anggapan atau bobot maka perlu dilakukan reevaluasi, terhadap bobot-bobot yang diberikan kepada setiap faktor. Untuk itu pada kondisi dimana terdapat kesulitan, baik metode MFEP maupun metode AHP, maka diperlukan asistensi dari para pakar dalam menentukan bobot suatu faktor. Tahap pertama metode AHP ini adalah pengambil keputusan membuat urutan-urutan dalam pengambilan keputusan. Urutan-urutan ini menunjukan faktor yang dipertimbangkan sebagai alternative-alternatif dalam pengambilan keputusan. Tahap berikutnya digunakan perbandingan berpasangan, yang akan menghasilkan faktor bobot (weigth Factor) dan Faktor evaluasi (Evaluation Factor). Alternatif yang memiliki total weight score tertinggi adalah alternatif yang dipilih. Faktor-faktor tersebut akan dibandingkan secara berpasangan dengan menggunakan skala berdasarkan urutan nilai dari status sama, diperkirakan aa sedikit lebihbaik, sampai makin besar lebih baik, nyaris lebih baik, hingga pasti lebih baik, sebagai berikut : 1—Equally 2—Barely better 3—Weakly better 4—Moderately better 5—Definitely better 6—Strongly better 7—Very strongly better 8—Critically better 9—Absolutely better Berikutnya dengan menggunakan software criterium decisionplus, masing-masing faktor tersebut akan memperoleh priority, dimana priority terbesar adalah yang dipilih, dengan catatan, consistensi rasio lebih kecil dari 0.10. Bila terjadi konsistensi indeks lebih besar dari 0.10 maka perlu dilakukan evaluasi ulang terhadap bobot masing-masing faktor tersebut. Consistency Ratio yang lebih besar dari 0.10 menunjukan preferensi yang tidak konsisten dari pengambil keputusan. Hubungan faktor-faktor dengan alternaifnya terlihat pada gambar 2, yang menunjukan bagaiman pemilihan stasiun TV dilakukan dengan memperhatikan kriteria faktor-faktor biaya, jangkauan siaran TV, manajemen stasiun TV dan teknologi stasiun TV, yang masing-masing ditetapkan untuk PT A, PT B, PT C dan PT. D yang akan dipilih. Pada tahap berikutnya masing-masing faktor diberikan bobot sebagaimana pada tabel 6, 7, 8 dan 9. Bobot tersebut terlebih dahulu merubah modelnya menjadi AHP. Kontribusi skor dari masing-masing faktor terhadap pemilihan stasiun TV terlihat pada Tabel 10, yang total skor untuk masing-masing stasiun TV dapat dilihat pada gambar 4. Dalam Tabel 10 kriteria yang dimiliki oleh PT. A, terlihat lebih baik dibandingkan dengan stasiun TV lain. Kesimpulan 1. Penggunaan Metode AHP memungkinkan pengambil keputusan dapat melihat keunggulan-keunggulan dari masing-masing alternatif pada kriteria tertentu, sehingga alternatif yang memiliki skor terbesar merupakan pilihan terbaik. 2. Dalam pemberian bobot untuk setiap faktor atau kriteria, diperlukan konsistensi sehingga ketika ditemukan Consistency ratio yang lebih besar dari 0.10, maka perlu dilakukan reevaluasi terhadap faktor-faktor tersebut. 3. AHP dapat digunakan ketika faktor-faktor yang mempengaruhi relatif cukup banyak, sehingga penilaian terhadap satu faktor terhadap alternatifnya membutuhkan konsistensi untuk mendapatkan pilihan terbaik. 4. Dalam pemberian bobot memerlukan data atau informasi yang akurat, untuk itu dapat dilakukan fogus group antara unsur terkait dalam pengambilan keputusan, sehingga bobot yang diberikan terhadap suatu faktor dapat lebih tepat. 5. Selain menggunakan software Criterium Decisionplus, metode AHP, juga dapat dilakukan dengan menggunakan microsoft excel. DAFTAR PUSTAKA Agus Hidayat & Gatot Prabantoro,”Memilih Vendor Pengembang Sistem Informasi Manajemen Menggunakan Metode Analytic Hierarchy Process (Studi Kasus Pengembangan Sistem Informasi Akademik STIE Indonesia)”, Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi di UII Jogjakarta, 19 Juni 2004. John R. Grandzol, Bloomsburg University of Pennsylvania, “Improving the Faculty Selection Process in Higher Education: A Case for the Analytic Hierarchy Process” Professional Development, Informational Resources & Networking IR Applications Volume 6, August 24, 2005 Nurhayati Ma’mun, MSc, “Penerapan metode AHP, Penentuan posisi sekolah dalam lingkup Universitas BHMN”,Business Review MBA-ITB, Vol.2.no.2.2007. Siti Latifah, Prinsip-prinsip Dasar Analytical Hierarchy Process, Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Univresitas Sumatera Utara, e-USU Reposritory 2005 Universitas Sumatera Utara.

Sabtu, 06 Juni 2015

Metode Net Present Value (NPV)

Metode Net Present Value (NPV) merupakan metode penilaian investasi klasik yang sampai saat ini paling populer digunakan.
Rumus untuk menghitung NPV adalah :




di mana :

  • Ct dimulai dari C1, C2, ... Cn dan merupakan net cash flow mulai dari tahun 1,2, ... sampai dengan tahun ke-k.
  •  Co adalah initial cost atau biaya investasi yang diperlukan.
  •  n adalah perkiraan umur projek.
Kriteria untuk menerima dan menolak rencana investasi dengan metode NPV adalah sebagai berikut :
  •  Terima jika NPV > 0
  •  Tolak jika NPV < 0
  •  Kemungkinan diterima jika NPV = 0
NPV > 0 berarti projek tersebut dapat menciptakan cash inflow dengan persentase lebih besar dibandingkan oppurtunity cost modal yang ditanamkan. Apabila NPV = 0, projek kemungkinan dapat diterima karena
cash inflow yang akan diperoleh sama dengan oppurtunity cost dari modal yang ditanamkan.

Jadi semakin besar nilai NPV, semakin baik bagi projek tersebut untuk dilanjutkan.

Jumat, 05 Juni 2015

Komponen SPK

Sistem Pendukung Keputusan memiliki tiga subsistem utama yang menentukan kapabilitas teknis SPK tersebut diantaranya sebagai berikut :

Subsistem manajemen basis data

Kemampuan yang dibutuhkan dari manajemen basis data dapat diringkas, sebagai berikut :
  1. Kemampuan untuk mengkombinasikan berbagai variasi data melalui pengambilan keputusan dan ekstrasi data.
  2. Kemampuan untuk menabahkan sumber data secara cepat dan mudah.
  3. Kemampuan untuk menggambarkan struktur data logik sesuai dengan pengertian pemakai sehingga pemakai mengetahui apa yang tersedia dan dapat menentukan kebutuhan penambahan dan pengurangan.
  4. Kemampuan untuk menangani data secara personil sehingga pemakai dapat mencoba berbagai alternatif pertimbangan personil.
  5. Kemampuan untuk mengelola berbagai variasi data.

Subsistem manajemen basis model

Kemampuan yang dimiliki subsistem basis model diantaranya sebagai berikut :
  1. Kemampuan untuk menciptakan model-model baru secara cepat dan mudah.
  2. Kemampuan untuk mengakses dan mengintegrasikan model-model keputusan.
  3. Kemampuan untuk mengelola basis model dengan fungsi manajemen yang analog dan manajemen database (seperti mekanisme untuk menyimpan, membuat dialog, menghubungkan dan mengakses model).

Subsistem perangkat lunak penyelenggara dialog

Bennet mendefinisikan pemakai, terminal, dan sistem perangkat lunak sebagai komponen-komponen dari sistem dialog. Ia membagi subsistem dialog menjadi 3 bagian :
  1. Bahasa aksi, meliputi apa yang dapat dugunakan oleh pemakai dalam berkomunikasi dengan sistem.
  2. Bahasa tampilan atau presentasi, meliputi apa yang harus diketahui oleh pemakai.
  3. Basis pengetahuan, meliputi apa yang harus diketahui oleh pemakai.
Kombinasi dari kemampuan-kemampuan diatas terdiri dari apa yang disebut gaya dialog, misalnya, yang meliputi pendekatan tanya jawab, bahasa perintah, menu-menu, dan mengisi tempat kosong.
Kemampuan yang harus dimiliki oleh SPK untuk mendukung dialog pemakai atau sistem meliputi :
  1. Kemampuan untuk menangani berbagai variasi gaya dialog, bahkan jika mungkin untuk mengkombinasikan berbagai gaya dialog sesuai dengan pilihan pemakai.
  2. Kemampuan untuk mengakomodasi tindakan pemakai dengan berbagai peralatan masukan.
  3. Kemampuan untuk menampilkan data dengan berbagai fariasi format dan peralatan keluaran.
  4. Kemampuan untuk memberikan dukungan yang fleksibel untuk mengetahui bisnis pengetahuan pemakai.

Keuntungan Sistem Pendukung Keputusan

Dengan berbagai karakter khusus yang dimiliki Sistem Pendukung Keputusan (SPK) dapat memberikan berbagai manfaat dan keuntungan. Manfaat yang dapat diambil dari SPK adalah :
  1. SPK memperluas keampuan pengambil keputusan dalam memproses data/ informasi bagi pemakainya.
  2. SPK membantu pengambil keputusan untuk memecahkan masalah terutama masalah yang sangat kompleks.
  3. SPK dapat menghasilkan solusi dengan lebih cepat serta hasilnya dapat diandalkan.
  4. Walaupun suatu SPK, mungkin saja tidak mampu memecahkan masalah yang dihadapioleh pengambil keputusan, namun ia dapat mengambil stimulan bagi pengambil keputusan dalam memahami persoalannya, karena mampu menyajikan berbagai alternatif pemecahan.

Kamis, 04 Juni 2015

SPK Dengan Metode Simple Multy Attribute Rating (SMART)

A.      Pengertian Sistem Pendukung Keputusan
            Sistem pendukung keputusan merupakan suatu penerapan sistem informasi yang ditujukan untuk membantu pimpinan dalam proses pengambilan keputusan. Sistem pendukung keputusan menggabungkan kemampuan komputer dalam pelayanan interaktif dengan pengolahan atau pemanipulasi data yang memanfaatkan model atau aturan penyelesaian yang tidak terstruktur (Turban, 2005:19).
            Dapat disimpulkan bahwa, Sistem Pendukung Keputusan adalah sebuah sistem yang mendukung kerja seorang manager maupun sekelompok manager dalam memecahkan masalah semi-terstruktur dengan cara memberikan informasi ataupun usulan menuju pada keputusan tertentu.
     B.       Simple Multy Attribute Rating (SMART) Technique
            Pada hakekatnya Simple Multy Attribute Rating (SMART) merupakan suatu model pengambil keputusan yang komprehensif dengan memperhitungkan hal-hal yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Dalam model pengambilan keputusan dengan SMART pada dasarnya berusaha menutupi setiap kekurangan dari model-model tanpa komputerisasi sebelumnya. SMART juga memungkinkan ke struktur suatu sistem dan lingkungan kedalam komponen saling berinteraksi dan kemudian menyatukan mereka dengan mengukur dan mengatur dampak dari komponen kesalahan sistem.
            Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input utamanya adalah persepsi manusia. Jadi pada dasarnya tidak ada perbedaan yang mencolok pada model SMART dengan model lainnya sama sama terletak pada jenis inputnya, hanya saja terdapat persentase dari setiap pembobotan langsung yang ditentukan oleh hasil analisa permasalahan.
       C.      Metode Pembobotan Simple Multy Attribute Rating (SMART)
            Merupakan metode pendukung keputusan yang paling sederhana. Dalam metode ini dilihat beberapa parameter yang menjadi penentu keputusan tersebut. Parameter tersebut mempunyai range nilai dan bobot yang berbeda-beda. Nilai tersebut nantinya akan menjadi penentu keputusan yang diambil.

 

III.         PEMBAHASAN

3.1.      Model dan Bobot Penilaian Sistem
            Pendukung Keputusan
            Model sistem pendukung keputusan pemilihan bank sebagai tempat menabung
dibuat dalam 4 jenis model yaitu model
lokasi, model ketersediaan Automatic teller machine (ATM), model jam kerja, model layanan pelanggan dan model perbankan online. Dimana masing-masing
model tersebut memiliki beberapa elemen yang akan menentukan hasil akhir sistem pendukung keputusan yang akan digunakan oleh para nasabah dalam menentukan suatu keputusan. Setiap elemen bobot penilaian yang berbeda-beda tergantung dari hasil jenis model.
            Batasan penilaian dimulai dari 10 sebagai range terendah sampai dengan 100 sebagai range tertinggi, sehingga pada akhirnya kelayakan pemilihan bank diukur dengan nilai sebagai 80-100 untuk kategori
diterima oleh pengguna untuk menabung, 60-79 untuk  kategori dipertimbangkan apakah ya atau tidak, 0-59 untuk kategori ditolak artinya tidak layak untuk tempat menabung bagi nasabah yang bersangkutan.
            Penentuan bobot penilaian telah dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan  dengan bersumber pada hasil penelitian, namun hal ini untuk seterusnya bias diadakan perubahan-perubahan searah dengan tuntutan kebutuhan. Bahwa sistem pada proses penilaiannya mengacu kepada pemenuhan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan serta mengacu pada beberapa kasus yang telah terjadi, sehingga benar-benar mempunyai tolak ukur yang baik.
3.2.      Perancangan Basis Model
            Dalam mendukung proses pengambilan keputusan, digunakan model pembobotan yang dibangun untuk menentukan prioritas pemilihan bank dalam menghasilkan keluaran sistem secara keseluruhan dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Input nilai kriteria masing-masing model.
b.Input bobot masing-masing kriteria.
c.Hitung normalisasi dari bobot.

Rancangan model untuk mengevaluasi pemilihan bank adalah sebagai berikut:
1.      Kriteria lokasi
       Model lokasi dimaksudkan untuk menentukan kenyamanan serta kemudahan penjangkauan bank yang akan digunakan sebagai tempat menabung oleh nasabah serta berapa besar nilai dari masing-masing point tersebut. Dengan pemberian nilai mulai dari terkecil 10 sampai terbesar 100.
            Tabel 1. Kriteria lokasi
No
Kriteria Lokasi
Nilai
Bobot
        1.       
Dekat tempat tinggal
100
80 %
      2.       
Dekat tempat bekerja / study
80
  3.       
Dekat Sarana Umun
60
      4.       
Di Pusat Kota
40
     5.       
Dekat pusat perbelanjaan
20
       6.       
Dekat tempat hiburan
10
Nilai lokasi adalah:
2.        Kriteria ketersediaan ATM
        Model ketersediaan ATM dimaksudkan untuk memberikan kemudahan kepada nasabah dalam melakukan transaksi tanpa harus datang ke kantor pusat bank tersebut serta berapa besar nilai dari masing-masing point tersebut. Dengan pemberian nilai mulai dari terkecil 10 sampai terbesar 100.
      Tabel 2. Kriteria ketersediaaan ATM
No
Kriteria Lokasi
Nilai
Bobot
1.                   
Dekat tempat tinggal
100
70 %
2.                   
Berada di dekat tempat customer bekerja / study
90
3.                   
Berada dijalur yang dilalui saat kegiatan
80
4.                   
Dekat Sarana Umun
70
5.                   
Di Pusat Kota
60
6.                   
Dekat pusat perbelanjaan
40
7.                   
Dekat tempat hiburan
20
Nilai ketersediaan ATM adalah:

Pengertian Sistem Pendukung Peputusan (SPK) Dan Metodenya

Konsep SistemPendukung Keputusan (SPK) / Decision Support System (DSS) pertama kali diungkapkan pada awal tahun 1970-an oleh Michael S. Scott Morton dengan istilah Management Decision System. Sistem tersebut adalah suatu sistem yang berbasis komputer yang ditujukan untuk membantu pengambil keputusan dengan memanfaatkan data dan model tertentu untuk memecahkan berbagai persoalan yang tidak terstruktur.Istilah SPK mengacu pada suatu sistem yang memanfaatkan dukungan komputer dalam proses pengambilan keputusan.

Berikut ini merupakan  pengertian dari Sistem Penunjang  oleh beberapa ahli:
§  Little (1970)
Sistem pendukung keputusan adalah sebuah himpunan/kumpulan prosedur berbasis model untuk memproses data dan pertimbangan untuk membantu manajemen dalam pembuatan keputusannya.
§  Man dan Watson
Sistem pendukung keputusan merupakan suatu sistem yang interaktif, yang membantu pengambil keputusan melalui penggunaan data dan model-model keputusan untuk memecahkan masalah yang sifatnya semi terstruktur maupun yang tidak terstruktur.
§  Raymond McLeod, Jr. (1998)
Sistem pendukung keputusan merupakan sebuah sistem yang menyediakan kemampuan untuk penyelesaian masalah dan komunikasi untuk permasalahan yang bersifat semi-terstruktur.
Berikut beberapa Metode yang sering digunakan dalam SPK:
1.      Metode Simple Additive Weighting (SAW)
Metode Simple Additive Weighting (SAW) sering juga dikenal istilah metode penjumlahan terbobot.  Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut (Fishburn, 1967) (MacCrimmon, 1968).  Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada.  Metode ini merupakan metode yang paling terkenal dan paling banyak digunakan dalam menghadapi situasi Multiple Attribute Decision Making (MADM). MADM itu sendiri merupakan suatu metode yang digunakan untuk mencari alternatif optimal dari sejumlah alternatif dengan kriteria tertentu.
Metode SAW ini mengharuskan pembuat keputusan menentukan bobot bagi setiap atribut. Skor total untuk alternatif diperoleh dengan menjumlahkan seluruh hasil perkalian antara rating (yang dapat dibandingkan lintas atribut) dan bobot tiap atribut. Rating tiap atribut haruslah bebas dimensi dalam arti telah melewati proses normalisasi matriks sebelumnya.
2.      Metode Analytic Hierarchy Process (AHP)
Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan sebuah proses yang membantu para pengambil keputusan untuk memperoleh solusi terbaik dengan mendekomposisi permasalahan kompleks ke dalam bentuk yang lebih sederhana untuk kemudian melakukan sintesis terhadap berbagai faktor yang terlibat dalam permasalahan pengambilan keputusan tersebut [6]. AHP mempertimbangkan aspek kualitatif dan kuantitatif dari suatu keputusan [7] dan mengurangi kompleksitas suatu keputusan dengan membuat perbandingan satu-satu dari berbagai kriteria yang dipilih untuk kemudian mengolah dan memperoleh hasilnya.
3.      Metode PROMETHEE 
adalah salah satu metode penentuan urutan atau prioritas dalam analisis multikriteria atau MCDM (Multi Criterion Decision Making). Dugaan dari dominasi kriteria yang digunakan dalam PROMETHEE  adalah penggunaan nilai dalam  hubungan  outrangking. Masalah pokoknya adalah kesederhanaan, kejelasan dan kestabilan. Semua parameter yang dinyatakan mempunyai pengaruh  nyata menurut pandangan ekonomi.
4.      Bayesian Decision Theory
Bayesian Decision Theory adalah pendekatan secara statistik untuk menghitung tradeoffs diantara keputusan yang berbeda-beda, dengan menggunakan probabilitas dan costs yang menyertai suatu pengambilan keputusan tersebut. Bayesian probability adalah teori terbaik dalam menghadapi masalah estimasi dan penarikan kesimpulan. Bayesian method dapat digunakan untuk penarikan kesimpulan pada kasus-kasus dengan multiple source of measurement yang tidak dapat ditangani oleh metode lain seperti model hierarki yang kompleks.